Sejak film itu pertama kali dirilis, Luna sudah jatuh cinta pada isi ceritanya. Judulnya "Eternal Sunshine of the Spotless Mind".
Dan sekarang, Luna begitu ingin melakoni apa yang ada di dalam film itu. Ia ingin mencongkel ingatan-ingatan buruk yang ada di kepalanya.
Padahal ini bertentangan dengan apa yang dia percaya selama ini. Bahwa seseorang terdiri dari rangkaian ingatan-ingatan, baik-buruk, besar-kecil, yang membentuk seseorang jadi dirinya seperti sekarang. Utuh, penuh, seluruh. Tak ada yang bisa menghapus ingatan atau kenangan, bahkan yang terburuk sekali pun, karena itulah yang menjadikannya seseorang seperti saat ini.
Tapi Luna tak ingin percaya itu. Dia merasa apa yang selama ini dipercaya, runtuh. Seketika. Sekarang ia berusaha keras mencongkel ingatan buruk supaya ia bisa melanjutkan hidupnya kembali. Betapa rindu ia bisa hidup normal. Tak didera perasaan gelisah, penuh curiga, penuh selidik, sekaligus lemas karena merasa tak dicintai.
Betul. Merasa tak dicintai. Ini adalah problem terberat Luna seumur hidupnya di bilangan 34 ini. Sejak masa pacaran dulu, dengan pacar nomor berapa pun, merasa tidak dicintai adalah momok. Itu bisa membuat Luna berang, lantas terisak, tapi kemudian meradang, lemas menanti bantuan, tapi kemudian menyergah. Dengan pacar keempatnya, dia putus lantaran soal ini. Luna merasa tidak dicintai dan tidak dibutuhkan, sementara dia sudah mati-matian mencintai dan menunjukkan kebutuhan dia akan si pacar nomor 4.
Dan ini juga yang sedang menyerang Luna. Dia merasa tidak dicintai oleh suaminya. Suaminya yang dua bulan lalu mengaku telah selingkuh. Dan itu semua terjadi ketika Lina justru tengah merasa sangat tenang dan sangat nyaman dengan perkawinannya. Mereka punya rumah sendiri. Dikaruniai satu anak. Sama-sama bekerja di bidang yang sangat mereka sukai. Jarak dari kantor ke rumah memang jauh, seperti layaknya keluarga-keluarga urban lainnya. Tapi Lina merasa bahagia. Dia merasa utuh, penuh, seluruh.
Tapi di saat itu juga suaminya selingkuh. Selama 30 hari pertama, Luna tak henti mengutuki diri sendiri. Dia sibuk bertanya apa yang salah? Apakah karena dia membawa pekerjaan ke rumah? Apakah karena mereka jarang pergi berdua lagi? Apakah karena sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing? Atau karena sudah sejak lama Luna dan Bima hanya berbincang urusan domestik dan anak?
Ketika Bima menjawab tidak atas semua pertanyaan itu, Luna limbung. Dia tidak tahu apa yang bisa jadi pegangannya. Jika tidak ada yang salah dengan dirinya dan perkawinannya selama ini, kenapa Bima selingkuh? Ini pertanyaan yang tak kunjung terjawab, bahkan setelah lewat 30 hari. Dan Luna terus berhitung, sejak hari pertama. Bima terus menjawab 'tidak tahu' dan mencoba meyakinkan kalau masalahnya bukan ada pada Luna.
'Lantas apa?' jerit Luna. Dia tak sanggup lagi berpikir. Dia ambil laptop Bima dan menelusuri satu per satu puluhan folder yang ada di laptop suaminya. Dia buka semua file, semua foto, dan semua apa pun yang mungkin berhubungan dengan orang itu. Sejak hari ke-10, Luna memutuskan untuk tidak lagi menyebut nama perempuan itu, dan hanya menyebutnya dengan 'orang itu'. Luna bahkan mengisi kolom "Search" di laptop dan mengetik nama 'orang itu' sekadar untuk mengecek.
Dan Luna puas dengan perolehan dia hari ini: semua foto yang ada wajah 'orang itu' sudah dihapus. Recycle bin pun dikosongkan. Rapi, tak ada jejak, tak ada sisa. Lantas dia menelusuri satu per satu folder musik, masih dalam laptop Bima. Dengan semangat yang sama membara, Luna menyisir seluruh lagu. Dia masih ingat persis apa yang dilihatnya dalam email antara Bima, suaminya, dengan 'orang itu' - teman sekantornya, juga teman sekantor Luna. Mereka bertukar-tukaran lagu - layaknya anak SMP yang dilanda cinta. Dan Luna menghapus semua lagu dari folder yang ada dalam pertukaran email suaminya dan 'orang itu'.
Luna menutup laptop Bima. Ia merasa sangat letih. Tapi paling tidak dia sudah mencongkel ingatan-ingatan buruk itu secara manual.
Besok, dia akan menyisir smartphone Bima. Mencari jejak 'orang itu' di sana dan mencongkelnya secara paksa. Paling tidak ini lebih nyata ketimbang jawaban 'tak tahu' dari suaminya.