Di sela-sela kabar soal korban tsunami di Aceh Darussalam, bantuan yang mengalir, ternyata masih terselip bunyi letusan senjata. Status darurat sipil di Tanah Rencong memang masih melekat. Artinya, TNI masih terus mengejar anggota Gerakan Aceh Merdeka. Persis saat misi kemanusiaan sedunia dijalankan untuk menyelamatkan orang-orang yang selamat. Apakah Indonesia dan GAM saat ini tetap berhadap-hadapan? Saling mengabaikan keharusan melakukan gencatan senjata? Lalu bagaimana pula di negara korban terjangan tsunami lainnya, seperti Sri Lanka yang berurusan dengan kelompok pembebasan Macan Tamil? Citra Prastuti menghimpun laporan berikut ini.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa Kofi Annan terhitung sudah dua kali menyerukan dana kontan bagi negara-negara korban tsunami. Annan tak mau negara-negara internasional ingkar janji seperti waktu bencana alam menerjang Iran beberapa tahun lalu.
PBB juga mengingatkan situasi yang aman di negara-negara yang diterjang tsunami harus dipertahankan. Karena bantuan dari internasional bisa-bisa tidak sampai ke tangan yang tepat, dengan aman dan selamat, jika muncul gangguan keamanan di sana sini. Koordinator Bantuan Kemanusiaan PBB Jan Egeland mengatakan, bencana tsunami harusnya menandakan dimulainya perdamaian di antara kelompok yang bertikai di suatu negara. Konflik harus diredam, dan kelompok yang saling bertikai ini bekerja sama demi membantu para korban bencana.
"Suspend your conflict and work together with us to help your own people. There is peace now in both Aceh, and in a cease-fire in the Tamil areas of Sri Lanka and in the better part of Somalia. We need that peace to hold, because if new conflict breaks out we cannot help the people."
Di Aceh Darussalam, status darurat sipil yang belum dicabut, membuat tentara merasa masih perlu untuk menggelar operasi militer menyapu Gerakan Aceh Merdeka. Sejak bulan Mei 2003, Aceh sudah berbalut status darurat militer, lalu turun levelnya menjadi darurat sipil pada 2004. Panglima TNI Endriartono Sutarto memang menegaskan fokus utama tentara di ujung barat Indonesia itu sementara ini untuk menjalankan misi kemanusiaan.
"Kita tidak melakukan operasi pengejaran, ofensif. Prajurit yang ada kita gunakan untuk menyelesaikan permasalahan gempa yang ada. Membuka dialog dengan GAM? Itu masih jauh lah. Kita selesaikan dulu masalah yang ada. Mau dialog atau nggak dengan GAM, pokoknya kita pulihkan dulu kehidupan di Aceh."
Tapi, fakta bicara bahwa status darurat sipil masih belum dicabut dari Tanah Rencong. Artinya, mereka yang diduga keras sebagai anggota Gerakan Aceh Merdeka GAM masih menjadi incaran tentara Indonesia yang bertugas di sana. Kantor berita BBC sempat menulis, pasukan TNI pernah menghalang-halangi tugas helikopter Amerika Serikat yang akan memberikan bantuan kemanusiaan di sebuah daerah yang dikuasai GAM.
Kondisi di lapangan, selain keberadaan ribuan jenazah yang masih belum terurus sepenuhnya, dilaporkan cukup mencekam. Sejumlah laporan menunjuk adanya kontak senjata, juga ada kabar penculikan seorang dokter di Kabupaten Aceh Besar.
"Kita dapat informasi dari salah satu posko relawan kemanusiaan, yang katakan ada seorang dokter dari anggota IDI Jakarta, disandera oleh pihak Gerakan Aceh Merdeka di daerah Krueng Raya, Aceh Besar. Di kawasan itu ada sebuah kamp pengungsian yang diketahui kamp bayangan, hanya dibentuk untuk memancing relawan ke sana. Dokter tersebut, belum pasti namanya. Kebetulan tim relawan sedang menuju ke arah Krueng Raya dan menemukan penduduk yang memanggil rombongan supaya segera masuk ke kamp pengungsian, karena ada yang belum mendapatkan logistik. Tim tersebut lantas disandera dengan sedikit ancaman," begitu isi laporan dari Reporter Radio Prima FM Banda Aceh, Safri Muarif.
"Jadi relawan itu menuju tempat, jaraknya ada tiga kilo, baru sekitar beberapa menit evakuasi jenazah, ada kontak senjata. Semua langsung kabur. Jaraknya sekitar satu kilo-an gitu. Ada suara tembakan. Yang saling tembak itu Brimob, mereka masuk menyisir lereng gunung," tutur seorang warga yang menjadi saksi.
Kepolisian Indonesia juga mendapat laporan soal kejahatan-kejahatan yang dilakukan GAM, saat bantuan kemanusiaan mengalir deras ke Tanah Rencong.
Kepala Kepolisian Indonesia, Dai Bachtiar.
"Bahwa mereka turun, juga melakukan kejahatan, disamping melakukan penyerangan, juga penjarahan. Dalam suasana seperti itu, mereka bisa menyamar, apakah jadi warga biasa atau menjadi anggota kepolisian dengan seragam yang mirip-mirip, atau menggunakan seragam kepolisian. Belum dilaporkan secara lengkap. Tapi misalnya di daerah sekitar Meulaboh, ada yang melaporkan melihat ada senjata tertinggal, mungkin diambil atau nggak. Di sekitar Banda Aceh dan Aceh Besar juga ada yang melakukan penyerangan, tapi semuanya bisa kita kendalikan."
Momen tsunami ini sedikit banyak diharapkan sejumlah pihak menjadi titik balik nasib Nangroe Aceh Darusalam selanjutnya. Seperti diungkap Koordinator Bantuan Kemanusiaan PBB Jan Egeland tadi. Banyak pihak yang mendesak supaya status keamanan darurat sipil dicabut saja, demi memudahkan akses bantuan kemanusiaan. Rekonsiliasi dengan Gerakan Aceh Merdeka GAM juga sempat digulirkan, supaya pemerintah Indonesia dan GAM bisa bekerja sama menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Aceh. Apalagi PBB juga sudah mengingatkan, bantuan bisa tak sampai, atau bahkan dihentikan, jika kondisi di lapangan dianggap tidak aman.
Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda dari London mengatakan, sudah ada semacam kesepakatan damai dengan GAM, pasca tsunami. Gentleman aggreement, begitu BBC menulisnya, supaya GAM tak mengganggu bantuan kemanusiaan yang mengalir dari berbagai pihak, termasuk dari komunitas internasional.
Meski begitu, pernyataan ini dibantah GAM. Perdana Menteri GAM di Swedia Malik Mahmud mengatakan, tidak pernah ada kesepakatan yang diajukan pemerintah Indonesia, pasca bencana tsunami. GAM justru menggarisbawahi, mereka lah yang mengajukan tawaran gencatan senjata kepada Indonesia, meski hingga kini belum bersambut.
Malik juga membantah semua anggapan penjarahan atau apa pun yang dilakukan anggotanya di Aceh, setelah bencana terjadi. Tak ada itu penjarahan truk oleh GAM, begitu kata Malik Mahmud. Penjarahan bantuan , menurut dia, justru dilakukan oleh pasukan TNI yang memang punya akses dalam distribusi bantuan.
-----
Pemerintah Indonesia kini bergerak lebih maju, dalam pengertian yang total sebaliknya. Yakni, melarang pekerja kemanusiaan untuk bepergian ke daerah terpencil di Aceh Darusalam. BBC melaporkan, Panglima TNI Endriartono Sutarto meminta para pekerja kemanusiaan harus mendaftarkan diri bila ingin bepergian ke luar kota Banda Aceh dan Meulaboh. TNI, kata Jenderal Tarto, tak menjamin keamanan mereka di luar dua kota itu. Aturan itu diakui bisa menghambat kerja dan penyaluran bantuan kemanusiaan. Namun langkah ini harus diambil, demi melindungi para pekerja kemanusiaan asing.
Kondisi tetap gontok-gontokan antara pemerintah Indonesia dan GAM membuat sejumlah organisasi non pemerintah perlu mengkritik keras. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan disingkat Kontras, mendesak pemerintah segera melakukan rekonsiliasi dengan GAM. Menurut Koordinator Kontras, Usman Hamid, rekonsiliasi bisa dilakukan dengan memberikan akses bantuan kepada anggota GAM, yang juga menjadi korban bencana.
"Pertama, memberikan akses kemanusiaan kepada kelompok Gerakan Aceh Merdeka. Hampir seluruh lapisan masyarakat di Aceh itu menjadi korban bencana alam, baik gempa bumi, maupun tsunami. Baik yang ada di pesisir, maupun di pegunungan. GAM harus dilihat sebagai entitas korban dari bencana alam tersebut. Tidak fair jika presiden, pemerintah atau TNI/Polri membuat GAM menderita atau kelaparan."
Tak cuma Indonesia yang harus berhadapan dengan kelompok pemberontak, pasca bencana tsunami menghantam wilayah Nangroe Aceh Darusalam. Pemerintah Sri Lanka juga masih harus bersitegang dengan pemberontak Macan Tamil. Kelompok Macan Tamil kesal dan merasa daerah mereka seolah dianaktirikan dalam hal perolehan bantuan kemanusiaan. Padahal, mereka juga menderita cukup parah akibat tsunami.
Wilayah timur pantai Sri Lanka yang digempur tsunami, adalah daerah yang selama ini diguncang konflik sipil, di mana sebelah selatan dihuni mayoritas warta Sinhalese, sementara kelompok Tamil mendiami sebelah utara wilayah itu. Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapakse menyebut kedua kubu sebagai ‘saudara dalam kesengsaraan’.
Presiden Sri Lanka Chandrika Kumaratunga, yang dikenal tak mentoleransi kelompok Tamil, berjanji akan tetap menolong korban di wilayah kelompok pemberontak.
"We are working to give them [Tamils] the maximum amount of relief we can and the reconstruction process we will not make any difference between the North East and the South."
Kelompok Tamil pun menunjukkan sinyal positif. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Pemimpin Kelompok Pemberontakan Tamil, Velupillai Prabhakaran menyampaikan rasa duka cita kepada warga di selatan Tamil, yang menjadi korban bencana.
Tapi, ini tak berarti tidak ada ketegangan. Presiden Sri Lanka telah melarang Sekretaris Jendral PBB Kofi Anan mengunjungi daerah Tamil yang disapu tsunami. Sementara kelompok Macan Tamil menuduh pemerintah menahan bantuan bagi wilayah Tamil dan menggunakan alasan bencana sebagai jalan untuk mengirim lebih banyak lagi pasukan ke wilayah mereka.
Harapan damai tak boleh putus. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Collin Powell.
"We are hopeful however, that if all Srilankan come together to deal with this common catasthropes, this common crisis, and work with each other, cooperate with each other, then perhaps that spirit of cooperation can be elevated and extended in political dialogue, and find a way forward to political solution to this long standing crisis between the government and LTTE."
Contoh baik datang dari India. Pemerintah dan kelompok pemberontak Khasmir di sana sama-sama menunjukkan niat baik pasca bencana tsunami, yang juga menewaskan warga mereka. Kelompok pro-kemerdekaan Khasmir melakukan aksi menyumbang darah bagi warga India yang menjadi korban tsunami. Pemimpin Senior Front Pembebasan Jammu Kashmir Ghulan Rasool Edi menjadi orang pertama yang menyumbangkan darahnya.
Sekali lagi,
"Suspend your conflict and work together with us to help your own people. There is peace now in both Aceh, and in a cease-fire in the Tamil areas of Sri Lanka and in the better part of Somalia. We need that peace to hold, because if new conflict breaks out we cannot help the people."
Jadi, letakkan senjata. Selama ini, baik tentara maupun kelompok yang dicap pemberontak sama-sama mengatasnamakan rakyat untuk kegiatan mereka. Sekarang waktunya membuktikan klaim tersebut. Demi rakyat kalian, letakkan senjata.
[Radio 68h, Januari 2005]
No comments:
Post a Comment