Tak punya uang, mengeluh. Punya uang, malah tak bisa menentukan prioritas. Inilah yang dialami Pemerintah Kota Bekasi. RAPBD Bekasi mengalokasikan uang 2,8 miliar rupiah untuk uang saku tamu walikota dan wakil walikota. Kata Sekda Bekasi, pengalokasian dana ini sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang dana khusus kepala daerah.
Mungkin Pemkot Bekasi menyamakan pengelolaan pemerintahan daerah dengan menjaga silaturahmi keluarga. Kalau ada keluarga datang jauh-jauh dari kampong halaman, maka begitu si sanak saudara ini pulang akan dibekali uang. Barangkali prinsip ini yang dipegang ketika menyusun RAPBD. Yang bakal dapat uang saku pun bukan orang miskin, karena mereka yang namanya ada dalam daftar adalah pejabat dinas, anggota dewan, tokoh masyarakat, pengurus partai politik, ulama dan wartawan.
Tentu saja, pemerintahan tak bisa bisa dikelola seperti menjaga silaturahmi keluarga. Uang yang dikelola pun tidak berasal dari kantong pribadi, tapi dari uang rakyat. Pajak ditarik untuk pembangunan, bukan untuk disia-siakan dan masuk ke kantong orang yang tak kekurangan materi. Jalan bolong menanti untuk dibenahi, kemacetan menunggu diurai, anak miskin memendam keinginan sekolah gratis, sementara para orangtua membutuhkan berobat gratis.
Itu yang harusnya jadi prioritas. Bukan uang saku buat tamu walikota.
Cobalah meniru apa yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Bulan ini mereka melansir program berobat gratis, dan Juli mendatang, akan ada program sekolah gratis. Ini jelas program yang mengedepankan rakyat, berusaha memenuhi apa yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Jangan lupa, pemerintah adalah pelayan, bukan bos yang direstui untuk buang-buang uang.
Mari kita kalkulasikan uang 2,8 miliar yang disediakan pemerintah Kota Bekasi ke program Jamkesmas, program kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. kita kalkulasikan ke program kesehatan buat masyarakat miskin lewat program Jamkesmas. Pemerintah menetapkan premi per orang sebesar Rp 5 ribu per bulan. Artinya dalam setahun, setiap orang mendapat alokasi dana Rp 60 ribu. Dana 2,8 miliar yang dialokasikan Pemkot Bekasi untuk uang saku sebetulnya bisa untuk biaya kesehatan 46 ribu orang selama setahun. Jumlah ini pasti lebih besar dibandingkan total tamu yang bakal mengunjungi walikota dan wakil walikota Bekasi dalam setahun.
Ini pun sesuai dengan aspirasi warga Bekasi, paling tidak mereka yang masuk ke situs pemerintah Kota Bekasi. Di rubrik Polling atau Jajak Pendapat, masalah yang dianggap mendesak dan harus segera diselesaikan adalah pendidikan dan kesehatan. Jadi, sebetulnya tak ada hal yang menyulitkan dalam membuat prioritas. Pemerintah adalah pelayan warga, jadi adalah keniscayaan untuk mengutamakan kepentingan warga.
Satu lagi. Tolong hapus nama wartawan dalam daftar penerima uang dari pemerintah. Kami memang akan bertamu, tapi kami tak butuh uang gelap seperti itu.
[Tajuk KBR68H, 28 Januari 2009]
Wednesday, January 28, 2009
Monday, January 19, 2009
Guilty Pleasure
Sekarang gw menonton 'Termehek-mehek' sebagai bagian dari guilty pleasure.
Minggu kemarin, cerita yang diangkat sumpah mati ajaib banget. Lupa nama tokoh di sana, tapi nama yang terlintas itu Deni dan Dita. Anggap saja nama mereka betulan itu. Ceritanya, Deni mencari Dita, pacarnya yang sudah menghilang selama setahun. Entah apa sebabnya. Deni menganggap kisah cintanya masih 'menggantung'. Jadilah minta 'Termehek-mehek' untuk mencari si pacar ini.
Selama kisah penelusuran, Mandala-Panda ditolak-tolakin sama teman-temannya si Dita ini. Semua pada parno sama Deni, padahal si Deni ini hanyalah laki-laki kurus dan begeng. Mandala-Panda sampe bingung, kenapa semua pada parno.
Sampai akhirnya ketemu satu teman Dita yang bilang kalo Dita itu sebenernya bukan pacarnya Deni, tapi kakaknya.
Lho. Ajaib. Gw melongo dong di depan TV.
Bla bla blu blu. Akhirnya Mandala-Panda ketemu rumah si tante siapa itu, tempat Dita tinggal. Si Dita ini ternyata udah lama pingin ketemu Deni. Eh gitu atau bukan ya, abis gw bingung ngikutin ceritanya. Dari si Dita ini terungkap kalo si Deni ini jadi psycho gitu setelah nyokap mereka meninggal, dan Deni ingin membunuh ayah mereka yang dianggap jadi penyebab matinya si nyokap.
Lho. Ajaib. Lagi-lagi gw melongo di depan TV.
Abis itu di luar terdengar suara brmmmm mobil. Itu mobilnya Deni. Ternyata Deni menguntit Mandala-Panda dan menemukan juga rumah si Dita. Trus Dita bilang, kalo Deni lagi 'ngaco', maka dia akan ke makam si nyokap. Bener aja, Deni ada di sana, lagi nangis-nangis, sambil ngais-ngais kuburan si nyokap. Entah menyeracau apa dia di sana.
Bla bla blu blu, si Deni berhasil masuk ke rumah Dita, lalu menemukan si bokap. Si bokap ini udah tua, rambut putih semuanya, pernah terserang stroke, duduk di kursi roda dalam kondisi payah. Deni nyamper ke arah bokapnya, lalu ngamuk di situ dan kursi roda bapaknya dijatohin. Mandala yang berusaha menahan sampe ikutan dihalau sama Deni, kalah kuat.
Trus dalam hitungan detik, tiba-tiba si Deni berubah seperti jadi orang lain. Yang tadinya ngamuk, jadi nangis tersedu-sedu di depan bokapnya, menyeracau, bertanya kenapa bapaknya bisa kayak gini. Lalu si Dita, kakaknya, bilang kalo ayah mereka stroke. Trus entah lah ngomong apalagi mereka itu sambil tangis-tangisan.
Lho. Ajaib. Gw masih melongo di depan TV.
Sayup-sayup di belakang gw mendengar suara Hilman ngakak. Dia ngetawain gw yang serius banget nonton 'Termehek-mehek' sampe ngerebut remote TV dari tangan Senja ketika tiba-tiba saluran TV dipindah secara tidak sengaja. Anak umur 1 tahun gitu lhoh.
Yah, maklum deh. Namanya juga guilty pleasure. Wajar dong kalo terbius *alesan*
Minggu kemarin, cerita yang diangkat sumpah mati ajaib banget. Lupa nama tokoh di sana, tapi nama yang terlintas itu Deni dan Dita. Anggap saja nama mereka betulan itu. Ceritanya, Deni mencari Dita, pacarnya yang sudah menghilang selama setahun. Entah apa sebabnya. Deni menganggap kisah cintanya masih 'menggantung'. Jadilah minta 'Termehek-mehek' untuk mencari si pacar ini.
Selama kisah penelusuran, Mandala-Panda ditolak-tolakin sama teman-temannya si Dita ini. Semua pada parno sama Deni, padahal si Deni ini hanyalah laki-laki kurus dan begeng. Mandala-Panda sampe bingung, kenapa semua pada parno.
Sampai akhirnya ketemu satu teman Dita yang bilang kalo Dita itu sebenernya bukan pacarnya Deni, tapi kakaknya.
Lho. Ajaib. Gw melongo dong di depan TV.
Bla bla blu blu. Akhirnya Mandala-Panda ketemu rumah si tante siapa itu, tempat Dita tinggal. Si Dita ini ternyata udah lama pingin ketemu Deni. Eh gitu atau bukan ya, abis gw bingung ngikutin ceritanya. Dari si Dita ini terungkap kalo si Deni ini jadi psycho gitu setelah nyokap mereka meninggal, dan Deni ingin membunuh ayah mereka yang dianggap jadi penyebab matinya si nyokap.
Lho. Ajaib. Lagi-lagi gw melongo di depan TV.
Abis itu di luar terdengar suara brmmmm mobil. Itu mobilnya Deni. Ternyata Deni menguntit Mandala-Panda dan menemukan juga rumah si Dita. Trus Dita bilang, kalo Deni lagi 'ngaco', maka dia akan ke makam si nyokap. Bener aja, Deni ada di sana, lagi nangis-nangis, sambil ngais-ngais kuburan si nyokap. Entah menyeracau apa dia di sana.
Bla bla blu blu, si Deni berhasil masuk ke rumah Dita, lalu menemukan si bokap. Si bokap ini udah tua, rambut putih semuanya, pernah terserang stroke, duduk di kursi roda dalam kondisi payah. Deni nyamper ke arah bokapnya, lalu ngamuk di situ dan kursi roda bapaknya dijatohin. Mandala yang berusaha menahan sampe ikutan dihalau sama Deni, kalah kuat.
Trus dalam hitungan detik, tiba-tiba si Deni berubah seperti jadi orang lain. Yang tadinya ngamuk, jadi nangis tersedu-sedu di depan bokapnya, menyeracau, bertanya kenapa bapaknya bisa kayak gini. Lalu si Dita, kakaknya, bilang kalo ayah mereka stroke. Trus entah lah ngomong apalagi mereka itu sambil tangis-tangisan.
Lho. Ajaib. Gw masih melongo di depan TV.
Sayup-sayup di belakang gw mendengar suara Hilman ngakak. Dia ngetawain gw yang serius banget nonton 'Termehek-mehek' sampe ngerebut remote TV dari tangan Senja ketika tiba-tiba saluran TV dipindah secara tidak sengaja. Anak umur 1 tahun gitu lhoh.
Yah, maklum deh. Namanya juga guilty pleasure. Wajar dong kalo terbius *alesan*
Wednesday, January 14, 2009
Banjir Bersama Sang Ahli
Sejak kemarin, bisa dipastikan warga Jakarta ketar-ketir. Langit hitam, angin kencang, hujan deras. Sepanjang malam pun, hujan tak henti-hentinya mengguyur dari langit. Deras, reda, deras, reda, seperti memainkan emosi warga Jakarta. Sebab hujan berarti genangan, sementara hujan deras berarti banjir. Begitu cerita yang terjadi dari tahun ke tahun.
Setiap banjir, yang ada hanya kegagapan. Mulai saling tuding, kenapa si anu tidak melakukan ini dan itu. Mulai menyesal, kenapa tidak melakukan perbaikan yang diperlukan saat musim kemarau. Gerutu mulai dilontarkan kalau jalan bolong tak terlihat lantaran tertutup genangan. Gelisah kalau hujan makin deras, sembari sibuk memindahkan barang ke lokasi yang lebih tinggi. Berita yang serta merta jadi favorit adalah ketinggian pintu air, serta mencari celah untuk mengutuk banjir kiriman, kalau ada yang betul-betul mengirim.
Di Jakarta, kegagapan soal banjir dilakukan pemerintah dan warganya. Sudah tahu daerahnya rawan banjir, ya tinggalnya masih di situ-situ juga. Tapi buat warga miskin, pilihan tak banyak. Tanpa uang, rakyat miskin tak bisa berharap bisa dapat tempat tinggal yang bebas banjir. Bagi yang punya uang berlebih, banjir membuat mereka jadi pengungsi di hotel.
Tapi yang mesti dikritik tajam adalah kegagapan pemerintah. Setiap musim kemarau, tak terdengar upaya mencegah banjir yang melibatkan masyarakat Jakarta. Sampah masih menumpuk di sungai-sungai, padahal ini bisa disingkirkan kalau ingin menekan dampak buruk banjir. Tata kota bisa dibenahi, supaya tanah Jakarta bisa bernafas, memberi ruang bagi kelebihan air. Pejabat yang memberi izin pembangunan mal di tengah Jakarta yang bisa menambah risiko banjir, mestinya kena sanksi berat.
Betul, ada Banjir Kanal Timur yang tengah dibangun. Di kawasan Jakarta Timur, sudah menganga got raksasa di sepanjang Jalan Raden Inten. Tapi pembangunan BKT belum lagi usai. Gubernur sudah berganti, proyek raksasa itu masih saja berlanjut. Dan kini Jakarta ada di bawah kendali orang yang katanya paling ahli.
Jika kali ini Jakarta lagi-lagi kebanjiran, maka ini akan jadi banjir pertama untuk Fauzi Bowo-Prijanto. Bulan-bulan ini juga akan jadi masa pembuktian buat keduanya, seberapa sigap dan tanggap mereka menyiasati banjir Jakarta. BKT belum rampung, jalan masih bolong, pohon tinggi siap roboh, sementara pompa air, hm, jangan-jangan macet.
"Ayo-ayo bersihin got, jangan takut badan belepot," kata almarhum Benyamin Sueb. Belum terlambat untuk memulai hal sesederhana membersihkan got di depan rumah Anda.
[Tajuk KBR68H, 14 Januari 2009]
Setiap banjir, yang ada hanya kegagapan. Mulai saling tuding, kenapa si anu tidak melakukan ini dan itu. Mulai menyesal, kenapa tidak melakukan perbaikan yang diperlukan saat musim kemarau. Gerutu mulai dilontarkan kalau jalan bolong tak terlihat lantaran tertutup genangan. Gelisah kalau hujan makin deras, sembari sibuk memindahkan barang ke lokasi yang lebih tinggi. Berita yang serta merta jadi favorit adalah ketinggian pintu air, serta mencari celah untuk mengutuk banjir kiriman, kalau ada yang betul-betul mengirim.
Di Jakarta, kegagapan soal banjir dilakukan pemerintah dan warganya. Sudah tahu daerahnya rawan banjir, ya tinggalnya masih di situ-situ juga. Tapi buat warga miskin, pilihan tak banyak. Tanpa uang, rakyat miskin tak bisa berharap bisa dapat tempat tinggal yang bebas banjir. Bagi yang punya uang berlebih, banjir membuat mereka jadi pengungsi di hotel.
Tapi yang mesti dikritik tajam adalah kegagapan pemerintah. Setiap musim kemarau, tak terdengar upaya mencegah banjir yang melibatkan masyarakat Jakarta. Sampah masih menumpuk di sungai-sungai, padahal ini bisa disingkirkan kalau ingin menekan dampak buruk banjir. Tata kota bisa dibenahi, supaya tanah Jakarta bisa bernafas, memberi ruang bagi kelebihan air. Pejabat yang memberi izin pembangunan mal di tengah Jakarta yang bisa menambah risiko banjir, mestinya kena sanksi berat.
Betul, ada Banjir Kanal Timur yang tengah dibangun. Di kawasan Jakarta Timur, sudah menganga got raksasa di sepanjang Jalan Raden Inten. Tapi pembangunan BKT belum lagi usai. Gubernur sudah berganti, proyek raksasa itu masih saja berlanjut. Dan kini Jakarta ada di bawah kendali orang yang katanya paling ahli.
Jika kali ini Jakarta lagi-lagi kebanjiran, maka ini akan jadi banjir pertama untuk Fauzi Bowo-Prijanto. Bulan-bulan ini juga akan jadi masa pembuktian buat keduanya, seberapa sigap dan tanggap mereka menyiasati banjir Jakarta. BKT belum rampung, jalan masih bolong, pohon tinggi siap roboh, sementara pompa air, hm, jangan-jangan macet.
"Ayo-ayo bersihin got, jangan takut badan belepot," kata almarhum Benyamin Sueb. Belum terlambat untuk memulai hal sesederhana membersihkan got di depan rumah Anda.
[Tajuk KBR68H, 14 Januari 2009]
Subscribe to:
Posts (Atom)